Bank Nasional Swiss Tegaskan Penolakan Bitcoin sebagai Cadangan Devisa, Stabilitas Jadi Alasan Utama

Bank Nasional Swiss Tegaskan Penolakan Bitcoin sebagai Cadangan Devisa, Stabilitas Jadi Alasan Utama

Bank Nasional Swiss (SNB) kembali menegaskan penolakannya terhadap usulan memasukkan Bitcoin ke dalam cadangan devisa negara. Keputusan ini disampaikan langsung oleh Ketua SNB, Martin Schlegel, dalam rapat tahunan pemegang saham di Bern, Kamis (1/3). Menurut Schlegel, volatilitas tinggi dan ketidakpastian likuiditas menjadi alasan utama mengapa aset kripto seperti Bitcoin dinilai belum layak menjadi bagian dari portofolio cadangan negara.

“Cryptocurrency, dalam bentuk apa pun, saat ini tidak memenuhi persyaratan dasar sebagai instrumen cadangan devisa. Kami membutuhkan aset yang stabil, likuid, dan teruji dalam berbagai kondisi ekonomi. Bitcoin belum mencapai level itu,” tegas Schlegel di hadapan para investor dan perwakilan pemerintah.

Sejarah Penolakan dan Argumen yang Tak Berubah

Ini bukan pertama kalinya Schlegel menyuarakan skeptisisme terhadap aset digital. Pada Maret 2024, ia secara terbuka menolak desakan kelompok pro-kripto yang ingin Bitcoin disetarakan dengan emas dalam konstitusi Swiss. Saat itu, Schlegel menyoroti tiga risiko utama: volatilitas hargalikuiditas terbatas, dan kerentanan terhadap serangan siber.

Analisis SNB menunjukkan, fluktuasi harga Bitcoin bisa mencapai 20-30% dalam hitungan jam, terutama saat terjadi gejolak geopolitik atau perubahan regulasi di negara lain. Bandingkan dengan emas, yang pergerakan harganya jarang melampaui 2-3% per hari. “Cadangan devisa harus menjadi penyangga, bukan sumber ketidakpastian,” tambah Schlegel.

Faktor likuiditas juga menjadi penghambat. Meskipun kapitalisasi pasar Bitcoin global telah menyentuh $1,5 triliun, likuiditas hariannya masih terkonsentrasi di sejumlah platform tertentu. SNB khawatir, jika terjadi krisis, konversi Bitcoin ke mata uang fiat (seperti Franc Swiss atau Dolar AS) akan memakan waktu dan biaya tinggi.

Dukungan Kripto yang Tak Surut: Emas vs. Digital

Di tengah penolakan SNB, kelompok pendukung kripto justru semakin gencar mendorong amendemen konstitusi. Mereka ingin Bitcoin diakui sebagai “aset cadangan digital” sejajar dengan emas, yang saat ini mencakup 7,5% dari total cadangan devisa Swiss senilai $890 miliar.

“Emas adalah simbol stabilitas abad ke-20. Bitcoin adalah emas digital abad ke-21. SNB perlu beradaptasi dengan inovasi,” kata Lukas Meyer, CEO salah satu platform kripto terbesar di Zurich. Meyer merujuk pada karakteristik Bitcoin yang desentralisasitransparan, dan terbatas supply-nya (maksimal 21 juta koin).

Namun, argumen ini dibantah oleh pakar ekonomi Universitas Basel, Prof. Anna Weber. “Emas memiliki sejarah 5.000 tahun sebagai penyimpan nilai. Bitcoin, meskipun populer, masih terlalu muda dan rentan dimanipulasi oleh spekulan,” jelasnya. Weber juga mengingatkan bahwa 65% pasokan Bitcoin dikuasai oleh 2% pemilik dompet terbesar, berpotensi memicu sentimen pump-and-dump.

Harapan dari Industri Kripto Lokal

Meski ditolak pemerintah, perusahaan kripto Swiss tetap optimistis. Negara ini dikenal sebagai “Crypto Valley” berkat regulasi yang relatif progresif. Di Zug, lebih dari 1.300 startup blockchain beroperasi, menciptakan ekosistem senilai $25 miliar.

Beberapa perusahaan bahkan telah mengembangkan solusi untuk mengatasi kelemahan Bitcoin. Contohnya, Sygnum Bank, yang meluncurkan layanan Bitcoin-backed lending dengan mekanisme stabilisasi berbasis algoritma. “Kami bisa mengurangi volatilitas melalui produk derivatif yang terhubung dengan indeks komoditas,” jelas CEO Sygnum, Mathias Imbach.

Namun, upaya ini belum cukup meyakinkan SNB. Schlegel menegaskan, bank sentral hanya akan mempertimbangkan aset yang diakui secara global oleh lembaga seperti IMF atau Bank for International Settlements (BIS). “Hingga ada kerangka regulasi internasional yang solid, Bitcoin tetap berisiko tinggi,” ujarnya.

Dampak Global dan Masa Depan Cadangan Digital

Keputusan Swiss ini memantulkan tren global. Hanya segelintir negara, seperti El Salvador dan Republik Afrika Tengah, yang mengadopsi Bitcoin sebagai aset resmi. Mayoritas bank sentral, termasuk ECB dan Fed, masih memprioritaskan emas, surat utang, dan mata uang kuat.

Namun, beberapa inisiatif patut dicatat. China, misalnya, sedang mempercepat pengembangan Digital Yuan yang terintegrasi dengan blockchain. Sementara itu, Uni Eropa telah meluncurkan regulasi MiCA (Markets in Crypto-Assets) untuk standardisasi aset digital.

Bagi Swiss, jalan tengah mungkin terletak pada stablecoin yang di-backing emas atau mata uang fiat. Tahun lalu, Swiss Franc Digital (SDC) uji coba oleh SNB menunjukkan potensi transaksi lintas batas yang lebih efisien. Namun, Schlegel menegaskan, ini tidak sama dengan mengakui Bitcoin sebagai cadangan.

Kesimpulan: Antara Konservatisme dan Inovasi

Pertaruhan Swiss dalam mempertahankan cadangan devisa tradisional mencerminkan prinsip kehati-hatian yang menjadi ciri kebijakan ekonominya. Namun, tekanan dari industri kripto yang terus berkembang mungkin akan memaksa SNB untuk mengevaluasi kembali sikapnya di masa depan.

Seperti dikatakan oleh Meyer, “Sejarah membuktikan bahwa inovasi finansial selalu dianggap berisiko pada awalnya. Tapi lihatlah internet—dulu diragukan, kini jadi tulang punggung ekonomi.” Tantangannya adalah menemukan titik balance antara menjaga stabilitas dan merangkul masa depan.

Sementara itu, mata dunia tertuju pada Swiss. Apakah “Crypto Valley” akan menjadi pionir dalam integrasi aset digital ke sistem moneter tradisional? Atau justru memilih menjadi benteng terakhir konservatisme keuangan? Jawabannya mungkin baru terlihat dalam dekade mendatang.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *