Regulator keuangan Jepang, Badan Layanan Keuangan (FSA), sedang mempersiapkan perubahan signifikan dalam regulasi cryptocurrency. Berdasarkan laporan eksklusif Nikkei, FSA berencana merevisi Undang-Undang Instrumen Keuangan dan Bursa (FIEA) untuk mengkategorikan aset kripto seperti Bitcoin sebagai produk keuangan, bukan sekadar alat pembayaran. Jika disetujui parlemen, langkah ini akan mengubah lanskap investasi digital di Negeri Sakura mulai 2026.
Regulasi Saat Ini: Kripto Masuk Kategori Alat Pembayaran
Saat ini, cryptocurrency di Jepang diatur di bawah Undang-Undang Layanan Pembayaran (Payment Services Act/PSA) yang berlaku sejak 2017. Regulasi ini terutama fokus pada aspek anti-pencucian uang dan perlindungan konsumen, dengan menetapkan kripto sebagai “alat pembayaran non-fiat”. Namun, seiring melonjaknya nilai pasar kripto global—mencapai $2,3 triliun pada 2025—klasifikasi ini dinilai tidak lagi relevan.
“PSA dirancang ketika Bitcoin masih dipandang sebagai alternatif pembayaran. Tapi sekarang, lebih dari 80% transaksi kripto di Jepang bersifat spekulatif atau investasi,” jelas Prof. Kenji Sato, pakar regulasi fintech di Universitas Tokyo.
Revisi FIEA: Perlindungan Investor dan Stabilitas Pasar
Rencana FSA adalah memindahkan cryptocurrency ke dalam payung FIEA, undang-undang yang mengatur sekuritas tradisional seperti saham dan obligasi. Namun, penting dicatat: kripto tidak akan disamakan dengan sekuritas. Sebaliknya, mereka akan masuk kategori khusus di bawah FIEA, dengan kerangka regulasi yang disesuaikan.
Beberapa perubahan utama yang diusulkan meliputi:
- Kewajiban Transparansi: Platform kripto wajib menyediakan laporan risiko dan prospektus detail kepada investor.
- Audit Rutin: Perusahaan harus menjalani audit keuangan tahunan oleh pihak independen.
- Pemisahan Aset: Dana nasabah dan aset platform harus dipisahkan untuk mencegah penyalahgunaan, mirip aturan di bursa saham.
- Sanksi Ketat: Pelanggaran aturan bisa berujung pada denda hingga 100 juta yen atau pencabutan izin usaha.
Mengapa Jepang Mengubah Regulasi Sekarang?
Langkah FSA ini bukan tanpa alasan. Berdasarkan data FSA, jumlah investor ritel kripto di Jepang melonjak 210% dalam tiga tahun terakhir, mencapai 5,8 juta orang pada 2025. Namun, 72% dari mereka tidak memahami perbedaan antara Bitcoin dan saham teknologi.
“Banyak investor mengira kripto dijamin pemerintah seperti deposito bank. Padahal, volatilitasnya sangat tinggi. Revisi UU ini bertujuan melindungi mereka,” ujar Hiroshi Yamamoto, Direktur Kebijakan Digital FSA.
Selain itu, Jepang berupaya mengejar ketertinggalan dari AS dan Uni Eropa yang telah menerbitkan regulasi kripto lebih komprehensif, seperti Markets in Crypto-Assets (MiCA) di Eropa.
Dampak Langsung pada Industri dan Investor
Bagi platform kripto lokal seperti bitFlyer dan Coincheck, revisi ini berarti peningkatan biaya operasional. Mereka harus merekrut tim kepatuhan, memperbarui sistem IT, dan mengajukan sertifikasi ulang ke FSA. Namun, langkah ini juga bisa membuka pintu bagi masuknya investor institusional.
“Bank dan perusahaan asuransi selama ini enggan masuk pasar kripto karena kerangka hukum yang ambigu. Dengan revisi FIEA, kami memperkirakan aliran dana institusi ke kripto bisa mencapai ¥4 triliun pada 2027,” papar Akira Kobayashi, analis pasar di SMBC Nikko Securities.
Bagi investor ritel, perubahan ini membawa kabar baik dan buruk:
- Kelebihan: Perlindungan hukum lebih kuat, informasi produk lebih transparan, risiko manipulasi pasar berkurang.
- Kekurangan: Biaya trading mungkin naik akibat kenaikan biaya kepaturan platform.
Proses Legislatif: Konsultasi Publik hingga Pengajuan ke Diet
FSA saat ini berada dalam fase konsultasi dengan para pemangku kepentingan, termasuk asosiasi blockchain, akademisi, dan perwakilan platform kripto. Rancangan proposal final dijadwalkan selesai pada kuartal III 2025, sebelum diajukan ke Diet (parlemen Jepang) pada Januari 2026.
Politik juga berperan. Partai Demokrat Konstitusional (oposisi) telah menyatakan dukungan, sementara Partai Komeito mengusulkan pembentukan komite khusus untuk mengkaji dampak pada UMKM. Namun, mayoritas koalisi Partai Liberal Demokrat diperkirakan akan mengesahkan revisi ini tanpa hambatan berarti.
Perbandingan dengan Regulasi Global
Jepang mengambil jalan tengah antara pendekatan AS yang terlalu longgar dan Cina yang melarang kripto sama sekali. Berikut perbandingannya:
- AS: Cryptocurrency diatur oleh SEC sebagai sekuritas, tapi aturannya tidak seragam antar negara bagian.
- Uni Eropa: MiCA mengatur kripto sebagai aset finansial dengan standar ketat, mirip proposal Jepang.
- Singapura: Klasifikasi mirip Jepang saat ini, tetapi dengan insentif pajak untuk perusahaan blockchain.
“Jepang belajar dari kegagalan FTX. Dengan FIEA, mereka ingin menjadi model regulasi yang balance antara inovasi dan stabilitas,” komentar Dr. Emily Tan dari Cambridge Centre for Alternative Finance.
Kritik dan Tantangan yang Mengintai
Tidak semua pihak setuju. Asosiasi Blockchain Jepang (JBA) mengkhawatirkan over-regulasi akan membunuh inovasi. “Startup blockchain tidak punya sumber daya untuk memenuhi audit FIEA. Kami usulkan ada regulasi bertahap,” protes Yuzo Kano, ketua JBA.
Isu lain adalah pajak. Saat ini, keuntungan kripto di Jepang dikenai pajak 55% bagi investor ritel—jauh lebih tinggi daripada pajak saham (20%). Jika kripto masuk FIEA, apakah kebijakan pajak ini akan direvisi? FSA belum memberikan jawaban jelas.
Masa Depan Regulasi Kripto di Jepang: Apa yang Bisa Diharapkan?
Dengan rencana revisi yang diusulkan, masa depan cryptocurrency di Jepang tampak menjanjikan namun penuh tantangan. Jika semua berjalan sesuai rencana, investor dan pelaku industri akan menyaksikan perubahan besar dalam cara mereka berinteraksi dengan aset digital.
Regulasi yang lebih ketat diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap cryptocurrency, yang selama ini dianggap berisiko tinggi. Namun, tantangan dalam implementasi dan penyesuaian terhadap regulasi baru ini akan menjadi ujian bagi semua pihak yang terlibat.
Kesimpulan: Menuju Era Baru untuk Cryptocurrency di Jepang
Revisi undang-undang yang diusulkan oleh FSA merupakan langkah penting dalam mengakui cryptocurrency sebagai bagian integral dari sistem keuangan Jepang. Dengan mengalihkan regulasi dari Undang-Undang Layanan Pembayaran ke FIEA, Jepang berusaha untuk menciptakan kerangka hukum yang lebih jelas dan aman bagi investor.
Meskipun ada tantangan yang harus dihadapi, seperti resistensi dari pelaku industri dan kebutuhan untuk menjaga keseimbangan antara inovasi dan pengawasan, langkah ini bisa menjadi titik balik bagi perkembangan pasar kripto di Jepang. Dengan dukungan yang tepat dari pemerintah dan pemangku kepentingan, Jepang dapat menjadi salah satu negara terdepan dalam regulasi cryptocurrency di dunia.
Dengan demikian, semua mata kini tertuju pada proses legislatif yang akan datang dan bagaimana implementasi dari revisi ini akan membentuk masa depan cryptocurrency di Jepang.