Lima anggota parlemen dari Partai Demokrat di Senat Amerika Serikat (AS) mengirim surat resmi kepada regulator keuangan federal, meminta penjelasan mendetail tentang potensi konflik kepentingan dalam penerbitan stablecoin USD1 oleh World Liberty Financial (WLFI), perusahaan aset kripto yang didukung keluarga mantan Presiden Donald Trump. Surat tertanggal 28 Maret 2024 itu menekankan kekhawatiran akan pengaruh politik dalam operasi WLFI, terutama terkait proyek mata uang digital yang dinilai berisiko mengganggu stabilitas sistem keuangan.
WLFI dan Koneksi Politik yang Mengundang Tanya
World Liberty Financial, startup kripto yang baru meluncurkan stablecoin USD1 pada awal 2024, dikabarkan menerima pendanaan signifikan dari kelompok bisnis dekat keluarga Trump. Meski belum ada pengakuan resmi, dokumen perusahaan menunjukkan bahwa Jared Kushner, menantu mantan presiden, tercatat sebagai penasihat strategis WLFI. Posisi ini memicu spekulasi bahwa proyek USD1 mungkin mendapat perlakukan khusus dari regulator, terutama mengingat RUU GENIUS Act yang sedang dibahas Kongres akan memberikan kewenangan luas kepada OCC dan Federal Reserve dalam mengawasi stablecoin.
“Ketika perusahaan kripto dimiliki oleh pihak dengan akses ke kekuasaan politik, kita harus memastikan tidak ada preferensi regulasi yang diberikan secara tidak adil,” tulis Senator Elizabeth Warren (D-MA) dalam suratnya kepada Michelle Bowman dari Federal Reserve dan Rodney Hood dari OCC.
Surat Senator Warren: Empat Poin Krusial
Surat sepanjang lima halaman itu mengajukan empat pertanyaan kunci kepada regulator:
- Proses Due Diligence: Bagaimana OCC mengevaluasi kepemilikan WLFI sebelum menyetujui operasinya?
- Transparansi Algoritma: Apakah mekanisme cadangan aset USD1 telah diverifikasi independen untuk memastikan stabilitasnya?
- Pengawasan Berkelanjutan: Langkah apa yang akan diambil Federal Reserve jika ditemukan pelanggaran dalam pengelolaan cadangan USD1?
- Kebijakan Anti-Monopoli: Apakah dominasi WLFI di pasar stablecoin akan memicu investigasi anti-trust?
Surat ini juga menyoroti bahwa USD1 telah mencapai kapitalisasi pasar $2 miliar dalam tiga bulan pertama peluncurannya—pertumbuhan yang dianggap “tidak wajar” untuk stablecoin baru.
GENIUS Act: Pintu Gerbang Regulasi atau Celah Bagi Pemain Besar?
RUU GENIUS Act, yang diusulkan Partai Republik pada Januari 2024, disebut-sebut sebagai upaya untuk “menciptakan kejelasan regulasi” bagi penerbit stablecoin. Namun, kritikus seperti Senator Sherrod Brown (D-OH) menilai RUU ini justru memberi keleluasaan berlebihan kepada perusahaan seperti WLFI.
Beberapa poin kontroversial dalam RUU tersebut meliputi:
- Otoritas OCC: Kantor Pengawas Mata Uang berhak memberikan lisensi penerbit stablecoin tanpa persetujuan Kongres.
- Cadangan Minimal: Hanya mewajibkan 70% aset cadangan dalam bentuk tunai atau surat utang pemerintah, berbeda dengan standar 100% yang diterapkan Tether (USDT).
- Pemisahan Bisnis: Tidak ada klausul yang melarang penerbit stablecoin memiliki bisnis lain di sektor finansial.
“GENIUS Act bisa menjadi bumerang jika tidak disertai pengawasan ketat terhadap conflict of interest,” ujar Dr. Laura Johnson, pakar regulasi fintech dari Universitas Georgetown, dalam wawancara eksklusif.
Respons Regulator: Antara Komitmen dan Keraguan
Hingga berita ini diturunkan, OCC dan Federal Reserve belum memberikan jawaban resmi. Namun, sumber internal di Federal Reserve mengungkapkan bahwa lembaga ini sedang mempertimbangkan pembentukan satuan tugas khusus untuk mengawasi stablecoin terkait politisi.
Di sisi lain, WLFI membantah semua tuduhan. “USD1 dirancang untuk mematuhi semua aturan yang berlaku. Kami justru mendukung regulasi yang jelas demi melindungi konsumen,” tegas CEO WLFI, Michael Carter, dalam pernyataan tertulis.
Pakar: Regulasi Harus Jadi Tameng, Bukan Sekadar Simbol
Kritik terhadap WLFI dan GENIUS Act menyoroti dilema lama di industri kripto: bagaimana menyeimbangkan inovasi dengan kontrol risiko. Menurut Prof. Samuel Lee dari MIT Media Lab, kasus USD1 bisa menjadi preseden berbahaya jika regulator gagal bertindak transparan.
“Stablecoin adalah aset sistemik. Jika USD1 kolaps karena mismanajemen atau kepentingan politik, dampaknya bisa lebih buruk daripada krisis subprime mortgage 2008,” papar Lee.
Masa Depan Regulasi Kripto: Perlukah Intervensi Lebih Kuat?
Tekanan dari Senator Warren dan kawan-kawan mungkin hanya awal dari perdebatan panjang di Kongres. Sejak 2022, tidak kurang dari 12 RUU terkait aset digital diajukan, namun belum satu pun disahkan.
Beberapa opsi kebijakan yang sedang dipertimbangkan termasuk:
- Audit Publik Berkala: Memaksa penerbit stablecoin membuka buku cadangan aset setiap kuartal.
- Pemisahan Kekuasaan: Melarang pejabat publik atau keluarganya memiliki saham di perusahaan kripto tertentu.
- Stress Test: Mensyaratkan uji ketahanan terhadap skenario krisis likuiditas.
Apa Arti Semua Ini bagi Pasar Kripto?
Meski kontroversi WLFI belum berdampak signifikan pada harga USD1, komunitas investor mulai mempertanyakan keandalan stablecoin yang terkait dengan entitas politik. Dalam seminggu terakhir, volume perdagangan USD1 di platform seperti Binance dan Coinbase turun 15%, menunjukkan menipisnya kepercayaan pasar.
Bagi regulator, kasus ini menjadi ujian nyata kemampuan mereka mengawasi industri yang berkembang pesat tanpa menghambat inovasi. Bagi publik, ini adalah pengingat bahwa di balik janji teknologi blockchain yang “terdesentralisasi”, kepentingan politik dan ekonomi tetap bisa bermain di balik layar.
Kesimpulan
Tudingan konflik kepentingan terhadap WLFI bukan sekadar isu politik, melainkan alarm bagi seluruh ekosistem kripto. Regulasi yang kuat dan transparan bukan pilihan—melainkan keharusan—jika AS ingin tetap menjadi pemimpin inovasi finansial tanpa mengorbankan stabilitas ekonomi. Seperti kata Senator Warren, “Di dunia yang semakin digital, uang digital harus diawasi dengan standar yang sama ketatnya seperti uang konvensional.”