Pemerintah Australia mengusulkan kerangka regulasi baru untuk cryptocurrency yang mengintegrasikan pertukaran aset digital ke dalam undang-undang layanan keuangan yang berlaku. Kebijakan ini diumumkan menjelang pemilihan umum federal yang akan digelar paling lambat 17 Mei 2025, menandai langkah signifikan dalam upaya negara tersebut mengatasi risiko sistemik dan meningkatkan perlindungan konsumen di sektor aset digital.
Regulasi Baru: Crypto Exchange Disetarakan dengan Lembaga Keuangan Tradisional
Pemerintah Partai Buruh, yang berhaluan kiri-tengah, menegaskan bahwa perusahaan cryptocurrency—khususnya platform pertukaran aset digital (crypto exchange)—akan tunduk pada persyaratan yang sama dengan penyedia jasa keuangan konvensional. Tiga pilar utama kebijakan ini meliputi:
- Perlindungan Aset Nasabah: Dana pengguna harus dipisahkan dari aset operasional platform untuk mencegah penyalahgunaan atau kebangkrutan.
- Lisensi Wajib: Setiap crypto exchange wajib mengantongi izin operasi dari Otoritas Layanan Keuangan Australia (ASIC) dan mematuhi audit reguler.
- Kepatuhan Modal Minimum: Perusahaan harus mempertahankan cadangan modal yang memadai untuk menyerap risiko operasional dan fluktuasi pasar.
Dalam pernyataan resmi, Kementerian Keuangan Australia menekankan bahwa reformasi ini tidak mencakup seluruh ekosistem aset digital, seperti dompet pribadi atau transaksi peer-to-peer. “Kami fokus pada platform yang memiliki dampak sistemik terhadap stabilitas keuangan dan perlindungan konsumen,” jelas juru bicara kementerian.
Mengatasi Penolakan Perbankan: Upaya Integrasi Sektor Kripto
Isu penolakan layanan perbankan terhadap perusahaan cryptocurrency menjadi sorotan utama dalam proposal ini. Selama bertahun-tahun, banyak bank Australia enggan membuka rekening atau memproses transaksi untuk platform aset digital karena kekhawatiran pencucian uang dan volatilitas pasar. Akibatnya, sejumlah perusahaan terpaksa mengandalkan penyedia layanan pihak ketiga di luar negeri, yang berpotensi meningkatkan biaya dan risiko keamanan.
Regulasi baru ini diharapkan menjadi jembatan antara sektor perbankan tradisional dan industri kripto. Dengan tunduk pada standar yang sama, crypto exchange akan lebih mudah menjalin kemitraan dengan bank domestik. “Ini langkah penting untuk mengurangi ketergantungan pada infrastruktur luar negeri dan memperkuat kedaulatan ekonomi digital Australia,” ucap seorang analis keuangan di Sydney.
Pemilu 2025: Regulasi Kripto sebagai Isu Strategis
Pengumuman kebijakan ini terjadi di tengah persiapan pemilihan umum federal, di mana Partai Buruh berupaya mempertahankan dukungan pemilih muda dan kalangan teknokrat. Survei terbaru menunjukkan bahwa 43% warga Australia berusia 18-35 tahun pernah berinvestasi atau menggunakan aset digital, menjadikan isu ini relevan secara elektoral.
Namun, oposisi dari Partai Koalisi (konservatif) menyatakan skeptisisme. “Regulasi yang terburu-buru berisiko meredam inovasi dan mendorong pelaku usaha ke yurisdiksi yang lebih ramah,” kritik seorang anggota parlemen dari oposisi. Meski demikian, pemerintah membantah tudingan tersebut dengan menunjuk kesuksesan Uni Eropa dan Singapura dalam menerapkan kerangka regulasi serupa tanpa mengorbankan pertumbuhan industri.
Respons Pelaku Industri: Antara Dukungan dan Kekhawatiran
Reaksi dari pelaku industri cryptocurrency beragam. Sejumlah platform besar seperti CoinJar dan BTC Markets menyambut positif langkah ini. “Kepastian hukum akan menarik lebih banyak investor institusional dan meningkatkan likuiditas pasar,” kata CEO BTC Markets.
Di sisi lain, usaha kecil dan startup mengeluhkan biaya kepatuhan yang tinggi. “Modal minimum dan persyaratan lisensi mungkin hanya terjangkau oleh perusahaan besar,” protes pendiri sebuah exchange lokal di Melbourne. ASIC menjanjikan insentif transisi selama 12-18 bulan untuk membantu usaha kecil beradaptasi.
Analisis Ahli: Mampukah Australia Jadi Pemain Global di Ekosistem Kripto?
Lo Kheng Hong, pakar investasi yang kerap menjadi rujukan media, menyoroti potensi jangka panjang kebijakan ini. “Regulasi yang jelas adalah fondasi untuk pertumbuhan berkelanjutan. Jika diterapkan dengan tepat, Australia bisa bersaing dengan pusat keuangan digital di Asia dan Eropa,” ujarnya. Namun, ia mengingatkan pemerintah untuk tidak mengabaikan aspek edukasi masyarakat, mengingat masih tingginya kasus penipuan berbasis aset digital.
Perbandingan dengan kebijakan negara lain juga mengemuka. Misalnya, Jepang telah memberlakukan lisensi ketat sejak 2017, sementara Amerika Serikat masih bergulat dengan fragmentasi regulasi antarnegara bagian. Australia, dengan pendekatan terpusat ini, berpeluang menciptakan ekosistem yang lebih terintegrasi.
Tantangan ke Depan: Pengawasan dan Adaptasi Teknologi
Implementasi regulasi ini tidak lepas dari tantangan. Pertama, ASIC perlu memperkuat kapasitas pengawasan untuk memantau ratusan platform yang beroperasi. Kedua, perkembangan teknologi seperti decentralized finance (DeFi) dan stablecoin memerlukan penyesuaian regulasi secara berkala.
Pemerintah telah mengalokasikan dana AUD 50 juta untuk pelatihan regulator dan pengembangan alat pemantau berbasis AI. “Kami tidak ingin ketinggalan dalam inovasi, tetapi juga harus memastikan semua risiko terkendali,” tegas Menteri Keuangan.
Arah Baru Australia di Era Digital
Kebijakan regulasi cryptocurrency terbaru Australia mencerminkan upaya menyeimbangkan inovasi dan stabilitas. Dengan menjadikan crypto exchange sebagai bagian dari sistem keuangan formal, negara ini berambisi mengurangi celah penyalahgunaan sekaligus menarik investasi skala global. Kesuksesan kebijakan ini akan sangat bergantung pada kolaborasi antara regulator, pelaku industri, dan perbankan—serta respons pemilih dalam pemilu mendatang.
Sebagai salah satu ekonomi terkemuka di Asia-Pasifik, langkah Australia ini mungkin menjadi acuan bagi negara lain yang masih gamang menghadapi gelombang disruptif aset digital. Yang pasti, era “wild west” cryptocurrency di Negeri Kanguru perlahan akan berakhir.