Di tengah ancaman resesi yang menggantung di perekonomian AS, Robbie Mitchnick, Kepala Aset Digital BlackRock — perusahaan manajemen aset terbesar dunia dengan portofolio $10 triliun — menyodorkan analisis mengejutkan. Dalam wawancara eksklusif dengan Yahoo Finance, Kamis (7/3/2025), Mitchnick menyatakan bahwa Bitcoin justru berpotensi meroket jika krisis ekonomi benar-benar terjadi.
“Resesi akan menjadi katalisator besar bagi Bitcoin,” tegasnya. Menurut eksekutif yang memimpin strategi investasi crypto BlackRock ini, karakteristik unik Bitcoin sebagai aset digital terdesentralisasi membuatnya ideal menghadapi gejolak makroekonomi.
Resesi vs Bitcoin: Mengapa Krisis Justru Menguntungkan?
Mitchnick membeberkan empat faktor utama yang bisa mendongkrak Bitcoin dalam skenario resesi:
- Peningkatan Pengeluaran Fiskal Pemerintah
“Setiap resesi biasanya direspons dengan stimulus fiskal besar-besaran. Ini memicu inflasi, dan Bitcoin dikenal sebagai hedge terhadap inflasi,” jelasnya. Ia merujuk pada paket penyelamatan $3 triliun yang dikeluarkan AS selama resesi 2020, yang diikuti kenaikan 300% harga Bitcoin dalam setahun. - Akumulasi Defisit Anggaran
Defisit anggaran AS yang diproyeksikan mencapai $2,5 triliun pada 2025 disebut Mitchnick sebagai “bensin untuk api adopsi crypto”. “Ketika kepercayaan pada mata uang fiat menurun, orang beralih ke aset yang pasokannya terbatas seperti Bitcoin,” tambahnya. - Suku Rendah dan Stimulus Moneter
The Fed diperkirakan akan memangkas suku bunga hingga 0,25% jika resesi terjadi. “Lingkungan low-rate ini mengurangi daya tarik obligasi, sehingga investor mencari alternatif seperti Bitcoin,” paparnya. - Ketakutan akan Kekacauan Sosial
Faktor terakhir ini paling kontroversial. “Resesi bisa memicu keresahan sosial. Bitcoin, sebagai aset yang tak terikat negara, sering dilihat sebagai pelarian,” ujar Mitchnick.
Sejarah Berbicara: Bitcoin di Tengah Badai Krisis
Data historis memperkuat argumen Mitchnick. Selama pandemi COVID-19 (Q1 2020-Q4 2021), Bitcoin meroket 700% meski ekonomi global minus 3,5%. Demikian pula saat krisis perbankan AS Maret 2023, Bitcoin naik 45% dalam sebulan, mengalahkan kinerja emas yang hanya 8%.
“Bitcoin semakin dewasa. Kapitalisasi pasarnya kini setara 15% emas. Jika tren ini lanjut, ia bisa jadi safe haven generasi digital,” kata Linda Zhang, CEO Purview Investments.
Lo Kheng Hong: “Jangan Gegabah, Volatilitas Masih Tinggi”
Lo Kheng Hong, legenda investasi Indonesia, mengingatkan investor agar tak terjebak euforia. “Bitcoin memang punya potensi, tapi volatilitasnya 3x saham tech. Diversifikasi tetap wajib,” tegasnya melalui Zoom.
Ia mencontohkan koreksi Bitcoin 65% pada 2022 setelah The Fed menaikkan suku bunga. “Resesi bisa jadi pedang bermata dua. Jika The Fed malah naikkan suku bunga untuk tekan inflasi, Bitcoin bisa tertekan,” papar Lo.
Pasar Bereaksi: Bitcoin Cetak Kenaikan Terbesar Sepekan
Pernyataan Mitchnick langsung menggoyang pasar. Dalam 6 jam pasca-wawancara, Bitcoin melonjak 9% ke level $72.000 — tertinggi sejak November 2024. Aset kripto lain seperti Ethereum dan Solana ikut naik 7% dan 12%.
“Ini bukti pengaruh besar BlackRock. Sekadar komentar dari eksekutifnya saja bisa gerakkan pasar,” ujar Michaël van de Poppe, CEO MN Trading.
BlackRock dan Arus Utama Institusional
Sebagai pengelola ETF Bitcoin terbesar di AS, BlackRock memiliki kepentingan strategis dalam mendorong narasi positif. Sejak meluncurkan iShares Bitcoin Trust (IBIT) pada Januari 2024, mereka telah mengakumulasi 250.000 BTC — setara 1,2% total pasokan Bitcoin.
“Ini bukan sekadar analisis, tapi bagian dari strategi bisnis mereka,” kritik Peter Schiff, ekonom pro-emas. Namun, data berbicara: aset kelolaan ETF crypto BlackRock telah tembus $120 miliar, mengalahkan reksadana emas mereka.
Resesi vs Stagflasi: Mana Lebih Menguntungkan Bitcoin?
Mitchnick menggarisbawahi bahwa tidak semua krisis sama. “Resesi dengan inflasi tinggi (stagflasi) adalah skenario terbaik untuk Bitcoin. Tapi resesi deflasioner seperti 2008 mungkin kurang ideal,” ujarnya.
Pada krisis 2008, Bitcoin belum lahir. Tapi emas — aset serupa — justru turun 20% karena investor lebih memilih dolar AS. “Bitcoin perlu buktikan diri bisa bertahan di berbagai siklus ekonomi,” tambahnya.
Investor Ritel vs Institusi: Siapa Paling Diuntungkan?
Bagi investor kecil, Mitchnick menyarankan alokasi 1-5% portofolio ke Bitcoin. “Tapi untuk dana pensiun atau asuransi, kami rekomendasikan eksposur lebih agresif, hingga 15%,” ungkapnya.
Saran ini menuai kritik. “Rekomendasi berisiko untuk investor konservatif. Bitcoin masih aset spekulatif,” protes Erin Browne, manajer portofolio PIMCO.
Masa Depan: Akankah Bitcoin Gantikan Emas?
Perdebatan tentang peran Bitcoin dalam portofolio global terus memanas. Data CoinShares menunjukkan, aliran masuk dana ke ETF Bitcoin telah melampaui ETF emas sejak 2024.
“Generasi milenial lebih percaya algoritma daripada pemerintah. Itu sebabnya mereka memilih Bitcoin ketimbang emas,” kata Cathie Wood, CEO ARK Invest.
Tapi Mitchnick mengingatkan: “Bitcoin bukan pengganti emas, tapi pelengkap. Keduanya punya peran berbeda dalam lindung nilai risiko.”
Tantangan ke Depan: Regulasi dan Skalabilitas
Meski optimis, Mitchnick mengakui hambatan utama Bitcoin:
- Regulasi yang belum jelas di banyak negara
- Kapasitas transaksi hanya 7-10 per detik (vs Visa 24.000)
- Konsumsi energi proof-of-work
“Tapi perkembangan layer-2 seperti Lightning Network dan transisi ke energi terbarukan sedang mengatasi masalah ini,” tukasnya.
Apa yang Harus Dilakukan Investor?
Para ahli memberikan tips:
- Pelajari Dasar Teknologi Blockchain — Jangan hanya berinvestasi tanpa pemahaman yang baik tentang teknologi di balik Bitcoin.
- Diversifikasi Portofolio — Jangan menaruh semua telur dalam satu keranjang.
- Tetap Update dengan Berita Ekonomi — Perubahan kebijakan moneter dan fiskal dapat mempengaruhi pasar crypto secara signifikan.
- Siapkan Rencana Keluar — Tentukan kapan harus menjual atau menambah investasi berdasarkan analisis pasar.
Kesimpulan: Bitcoin di Tengah Ketidakpastian Ekonomi
Dengan pernyataan Robbie Mitchnick, BlackRock menegaskan bahwa Bitcoin memiliki potensi untuk bersinar di tengah ketidakpastian ekonomi. Meskipun ada risiko dan tantangan yang harus dihadapi, faktor-faktor yang mendorong adopsi Bitcoin selama resesi dapat memberikan peluang bagi investor yang siap mengambil langkah. Seiring dengan meningkatnya minat institusional dan perubahan dalam kebijakan moneter, Bitcoin mungkin semakin diakui sebagai aset yang relevan dalam portofolio investasi modern.