Firma hukum terkemuka Turki, GlobalB, resmi mengajukan gugatan hukum terhadap larangan penggunaan cryptocurrency (crypto) sebagai alat pembayaran di negara tersebut. Langkah ini memicu perdebatan sengit antara pendukung inovasi keuangan dan pihak yang khawatir akan destabilisasi ekonomi. Padahal, sejak 2021, Bank Sentral Republik Turki (CBRT) secara tegas melarang “segala bentuk penggunaan aset crypto, baik langsung maupun tidak langsung, dalam layanan pembayaran dan penerbitan uang elektronik.”
Larangan Crypto 2021: Langkah Antisipasi Krisis atau Penghambat Inovasi?
Kebijakan pelarangan crypto di Turki tidak terlepas dari gejolak ekonomi yang melanda negara itu. Pada April 2021, inflasi tahunan Turki menyentuh 16,2%, sementara lira kehilangan 40% nilainya terhadap dolar AS. Bank Sentral kala itu menilai crypto sebagai “ancaman transaksional” yang berpotensi memperparah ketidakstabilan moneter.
“Larangan ini bertujuan melindungi konsumen dari risiko volatilitas harga crypto yang ekstrem dan mencegah penggunaan aset digital untuk aktivitas ilegal,” jelas Kepala Departemen Kebijakan Pembayaran CBRT, Mehmet Yılmaz, dalam rilis resmi 2021.
Namun, di sisi lain, masyarakat Turki justru semakin bergantung pada crypto. Data Chainalysis 2024 menunjukkan, 27% populasi dewasa Turki pernah bertransaksi menggunakan aset digital—angka tertinggi di Eropa. “Larangan pembayaran crypto ibarat memagari sungai dengan kawat; tidak efektif dan justru memicu pasar gelap,” kritik Ahmet Korkmaz, analis keuangan di Istanbul Financial Hub.
GlobalB vs CBRT: Pertarungan Hukum yang Bisa Ubah Masa Depan Fintech Turki
Gugatan GlobalB, yang akan disidangkan di Pengadilan Administratif Ankara pada 15 September 2024, mengusung tiga argumen utama:
- Inkonstitusionalitas Larangan: Larangan CBRT dinilai bertentangan dengan Pasal 48 UU Turki tentang Kebebasan Ekonomi.
- Manfaat Ekonomi Makro: Legalitas pembayaran crypto dapat menarik investasi asing sebesar $5-7 miliar per tahun (estimasi GlobalB).
- Inklusi Keuangan: 34% warga Turki tidak memiliki akses ke layanan perbankan formal—crypto bisa menjadi solusi.
Baktaş, Partner Senior GlobalB, dalam wawancara eksklusif menyatakan, “Pembayaran berbasis blockchain akan memangkas biaya transaksi lintas batas hingga 80%, mempercepat inklusi keuangan, dan menempatkan Turki sebagai pemimpin teknologi di kawasan Eurasia.”
Blockchain vs Stabilitas: Dilema Regulator
Meski optimisme GlobalB mengemuka, regulator tetap bersikukuh pada kekhawatiran klasik: volatilitas dan penyalahgunaan. Nilai Bitcoin, misalnya, pernah anjlok 65% dalam 6 bulan (November 2021-April 2022). Bagi Turki yang inflasinya masih berkisar 38% (2024), fluktuasi crypto dinilai berisiko memperburuk daya beli masyarakat.
“Kami tidak anti-inovasi, tetapi stabilitas moneter adalah prioritas. Jika crypto diizinkan untuk pembayaran, kami perlu mekanisme pengawasan real-time yang belum ada saat ini,” tegas Deputi Gubernur CBRT, Selin Çakır, dalam forum ekonomi bulan lalu.
Pelajaran dari Negara Lain: Apa yang Bisa Ditiru Turki?
GlobalB dalam dokumen hukumnya merujuk pada kesuksesan negara seperti Swiss dan El Salvador. Di Zug (Swiss), pembayaran pajak menggunakan Bitcoin telah legal sejak 2023, sementara El Salvador melaporkan peningkatan 30% investasi teknologi sejak mengadopsi Bitcoin sebagai alat pembayaran sah (2021).
Namun, pakar ekonomi dari Universitas Ankara, Prof. Deniz Aydoğdu, mengingatkan, “Turki bukan El Salvador. Kami memiliki kompleksitas ekonomi yang berbeda, termasuk ketergantungan pada impor energi dan utang luar negeri. Pembukaan keran crypto harus disertai regulatory sandboxes untuk uji coba terbatas.”
Jika Menang, Apa Dampaknya bagi Perekonomian Turki?
Analis memprediksi, kemenangan GlobalB bisa membuka jalan bagi:
- Integrasi DEX (Decentralized Exchanges): Bursa crypto terdesentralisasi seperti Uniswap mungkin diizinkan beroperasi secara legal.
- Pertumbuhan Startup Blockchain: Turki bisa menjadi basis bagi perusahaan fintech regional, menyaingi Dubai dan Singapura.
- Stimulus Pariwisata: Pembayaran crypto tanpa biaya konversi mata uang berpotensi menarik 2 juta turis digital per tahun.
Namun, skenario terburuknya adalah capital outflow jika investor asing menarik dana secara massal akibat ketidakpastian regulasi—fenomena yang pernah terjadi di India pasca-legalisasi crypto 2023.
Menuju Sidang Penentu: Akankah Ankara Pilih Revolusi atau Status Quo?
Sidang di Ankara ini tidak hanya ujian bagi GlobalB, tetapi juga bagi komitmen Turki dalam merangkul ekonomi digital. Keputusan pengadilan diharapkan keluar pada Q1 2025. Jika larangan dicabut, Turki akan menjadi negara G20 pertama yang sepenuhnya melegalkan pembayaran crypto—langkah berani yang bisa mengubah peta keuangan global.
“Ini bukan sekadar persoalan hukum, melainkan visi jangka panjang. Apakah Turki ingin menjadi penonton atau pemain di era Web3.0?” pungkas Baktaş.