Komisi Perdagangan Berjangka Komoditas AS (CFTC) dan Komisi Sekuritas dan Bursa AS (SEC) bersiap memperkuat kolaborasi dalam mengatur industri aset kripto. Penjabat Ketua CFTC Caroline Pham mengungkapkan inisiatif ini dalam Simposium Masa Depan Fintech yang digelar Milken Institute, Selasa (1/3/2025). Langkah ini menandai babak baru dalam upaya regulator AS menyikapi kompleksitas pasar crypto yang terus berkembang.
“Kami telah memulai kembali pembicaraan di tingkat staf antara CFTC dan SEC. Komitmen kami adalah bekerja sama, bukan bersaing. Sejarah membuktikan, kolaborasi antar-lembaga mampu menciptakan kerangka regulasi yang lebih solid,” tegas Pham di hadapan ratusan peserta simposium. Pernyataan tersebut langsung dikonfirmasi oleh Hester Peirce, Komisaris SEC yang menjabat Kepala Satgas Crypto.
Regulasi Bifurkasi: Akar Masalah yang Ingin Diurai
Selama satu dekade terakhir, CFTC dan SEC kerap bersitegang soal yurisdiksi regulasi crypto. CFTC, yang mengawasi derivatif dan komoditas, mengklasifikasikan Bitcoin dan Ethereum sebagai komoditas. Sementara SEC, yang mengatur sekuritas, kerap menyasar proyek crypto dengan model initial coin offerings (ICO) atau aset kripto yang dianggap sebagai kontrak investasi. Dua pendekatan berbeda ini menimbulkan kebingungan di kalangan pelaku usaha dan investor.
Contoh nyata terjadi pada 2023, ketika SEC menggugat platform DeFi BlockYield karena dianggap menawarkan sekuritas tanpa izin. Sementara itu, CFTC justru memberi lampu hijau pada perdagangan futures Bitcoin di platform terdaftar. “Regulasi yang tumpang tindih hanya merugikan inovasi. Kami perlu duduk bersama dan menyelaraskan visi,” tambah Pham.
Komite Penasihat Bersama: Dari Masa Lalu untuk Masa Depan
Kolaborasi CFTC-SEC ini akan menghidupkan kembali Komite Penasihat Bersama (Joint Advisory Committee), yang terbentuk pada 2010 untuk mengatasi masalah regulasi lintas lembaga. Komite ini sempat aktif merumuskan pedoman perdagangan derivatif pasca-krisis finansial 2008, tetapi mandek sejak 2014 karena perbedaan prioritas.
Menurut dokumen internal yang diakses Kompas, komite ini akan difokuskan pada tiga agenda utama:
- Menyusun definisi legal aset kripto sebagai komoditas atau sekuritas.
- Membuat protokol penanganan kasus yang melibatkan kedua lembaga.
- Merancang standar KYC (Know Your Customer) dan AML (Anti-Money Laundering) terpadu untuk bursa crypto.
“Komite ini bukan sekadar forum diskusi. Target kami adalah menghasilkan draft regulasi bersama dalam 6-12 bulan ke depan,” jelas Peirce dalam wawancara virtual.
Mengapa Kolaborasi Ini Penting?
Industri crypto AS sedang berada di persimpangan. Di satu sisi, kapitalisasi pasar aset kripto global telah menembus US$ 3 triliun pada 2025, dengan AS sebagai pasar terbesar. Di sisi lain, 67% investor ritel masih ragu berinvestasi crypto karena ketidakjelasan regulasi, berdasarkan survei Crypto Council for Innovation.
“Kolaborasi CFTC-SEC bisa menjadi katalis untuk safe harbor bagi inovator crypto. Selama ini, banyak startup lebih memilih Singapura atau Swiss karena regulasi AS dianggap terlalu hostile,” kata Dr. Amanda Lee, pakar regulasi fintech dari Universitas Stanford.
Namun, tantangan tidak kecil. Pada 2024 saja, SEC menerima 1.542 pengaduan terkait penipuan crypto, sementara CFTC mencatat 213 kasus manipulasi pasar. Tanpa koordinasi, penegakan hukum akan tetap sporadis.
Respons Industri: Antara Harap dan Waspada
Kabar kolaborasi ini disambut positif oleh pelaku industri. “Ini langkah progresif. Regulator akhirnya menyadari bahwa crypto tidak bisa dikurung dalam kotak hukum usang,” ujar Michael Saylor, CEO MicroStrategy.
Tapi, sebagian tetap skeptis. “Masalahnya, SEC dan CFTC punya budaya kerja berbeda. Kami khawatir ini hanya jadi lip service tanpa tindakan nyata,” kritik Marta Benson, pendiri platform NFT ArtChain.
Proyeksi ke Depan: Menuju Regulasi Holistik?
Jika Komite Penasihat Bersama berjalan optimal, AS berpotensi merilis regulasi crypto terpadu pertama pada akhir 2026. Beberapa opsi yang ramai dibahas termasuk:
- Klasifikasi Aset Berbasis Teknologi: Memisahkan aset kripto berdasarkan fungsi teknis (misalnya, proof-of-work vs proof-of-stake).
- Lisensi Operasi Terintegrasi: Bursa crypto cukup mengajukan satu lisensi untuk aktivitas trading dan derivatif.
- Sandbox Regulasi Bersama: Uji coba produk inovatif di bawah pengawasan CFTC dan SEC sekaligus.
“Tujuan akhir kami bukan mengekang, tetapi memastikan crypto tumbuh dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas,” pungkas Pham.
Penutup: Momen Krusial bagi Crypto AS
Kolaborasi CFTC-SEC ini bisa menjadi titik balik bagi masa depan aset kripto di AS. Dengan komitmen kedua lembaga, harapan akan kepastian hukum yang selama ini dinanti pelaku pasar mungkin segera terwujud. Namun, jalan masih panjang. Keberhasilan Komite Penasihat Bersama akan diuji