Dalam perkembangan mengejutkan di dunia cryptocurrency, seorang individu misterius yang mengaku sebagai “programmer biasa” telah membakar lebih dari 600 ETH (senilai sekitar $1,6 juta) dan menyumbangkan 711,52 ETH (sekitar $1,9 juta) lainnya ke WikiLeaks. Tindakan ini disertai dengan serangkaian pesan terenkripsi yang berisi klaim mengejutkan terkait teknologi pengendalian pikiran dan “chip komputer otak nano” yang dimiliterisasi.
Individu anonim ini menggunakan nama Hu Lezhi dan menuduh bahwa dua eksekutif dari perusahaan hedge fund kuantitatif asal Tiongkok, Kuande Investment—juga dikenal sebagai WizardQuant—melakukan praktik penyiksaan terhadap karyawannya dengan menggunakan senjata berbasis antarmuka otak-komputer. Pesan-pesan yang ditinggalkannya dalam transaksi cryptocurrency memberikan pernyataan serius mengenai potensi penyalahgunaan teknologi mutakhir untuk manipulasi dan kontrol manusia.
Dalam salah satu pesannya, yang telah diterjemahkan dari bahasa Mandarin, Hu Lezhi mengklaim bahwa sejak tahun 2022, ia menyadari bahwa dirinya telah “dimanipulasi oleh organisasi pengendali pikiran sejak lahir.” Ia lebih lanjut menyatakan bahwa “chip komputer-otak telah digunakan secara militer dalam skala besar. Semua kekuatan militer menggunakan stasiun pangkalan, radio, dan chip komputer-otak nano untuk mengendalikan seluruh populasi.”
Pernyataan ini menimbulkan banyak spekulasi di komunitas kripto dan teknologi, dengan beberapa orang percaya bahwa ini adalah bentuk peringatan terhadap penyalahgunaan teknologi, sementara yang lain menganggapnya sebagai teori konspirasi yang tidak berdasar. Meski demikian, tindakan nyata dari individu ini, yang membakar dan menyumbangkan ETH dalam jumlah besar, menunjukkan bahwa ia memiliki sumber daya finansial yang signifikan serta tekad untuk menyampaikan pesannya ke publik.
Sejauh ini, belum ada tanggapan resmi dari Kuande Investment atau WizardQuant terkait tuduhan yang dibuat oleh Hu Lezhi. Selain itu, belum ada bukti konkret yang dapat mendukung klaim bahwa teknologi chip komputer-otak telah diterapkan secara luas dalam konteks militer atau sipil.
Aksi ini juga menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana cryptocurrency dapat digunakan sebagai alat untuk menyebarkan pesan politik atau ideologi tertentu. Dengan mekanisme yang terdesentralisasi dan anonim, blockchain memungkinkan siapa saja untuk meninggalkan jejak digital yang sulit dihapus atau dikendalikan oleh pihak berwenang. Dalam kasus ini, Hu Lezhi memanfaatkan teknologi tersebut untuk menyampaikan pesan yang ia anggap penting, meskipun kebenaran dari klaimnya masih belum dapat diverifikasi.
Selain kontroversi mengenai isi pesan, sumbangan besar yang diberikan ke WikiLeaks juga menarik perhatian. WikiLeaks, yang dikenal sebagai platform pengungkap dokumen rahasia pemerintah dan korporasi, telah menerima berbagai bentuk dukungan dari komunitas cryptocurrency selama bertahun-tahun. Sumbangan ini dapat diartikan sebagai bentuk dukungan terhadap transparansi dan kebebasan informasi, atau bahkan sebagai upaya lebih lanjut untuk menarik perhatian terhadap pesan yang ingin disampaikan oleh Hu Lezhi.
Hingga kini, identitas asli dari Hu Lezhi tetap tidak diketahui, dan motif di balik tindakannya masih menjadi misteri. Apakah ini adalah sebuah peringatan nyata tentang penyalahgunaan teknologi masa depan, atau sekadar teori konspirasi yang dibuat oleh individu dengan motivasi tersembunyi, masih menjadi perdebatan di kalangan komunitas teknologi dan keamanan siber.
Yang jelas, insiden ini menunjukkan bagaimana teknologi blockchain dan cryptocurrency dapat digunakan untuk lebih dari sekadar transaksi keuangan—tetapi juga sebagai media komunikasi yang bisa berdampak luas secara global. Perkembangan lebih lanjut terkait kasus ini akan terus menjadi perhatian, baik dari perspektif teknologi, keamanan, maupun etika penggunaan cryptocurrency dalam menyebarkan pesan kontroversial.